Aku bukan Bidadari Bag. I

| Rabu, 20 Januari 2016


Air danau itu mengkilat seperti kristal biru. Aku memanjakan mataku diantara kristal biru itu dan zamrud khatulistiwa berjajar hijau nan segar. Kakiku yang telanjang sebatas betis kumainkan di permukaan air, seperti di film-film. Jika di film ada dermaga kayu, aku hanya duduk diatas batu yang pipih dan nyaman. Aku sangat menikmati suasana ini, lepas dari sebuah beban. Lepas dari masa laluku, masa lalu yang menyakiti hati dan jiwaku saat itu. Inilah bentuk keajaiban dari Tuhanku.
**

Saat itu masih duduk di bangku sekolah SMA, dari SMP aku sudah mengagumi sang pangeran yang jago bermain karate, juara Tartil, juara MTQ dan Qiro’ah. Aku tergila-gila kepadanya, hingga seringkali aku kirimkan surat melalui email pribadinya. Sejak SMP aku mengirim email, namun hanya saat masuk SMA ini dia membalasnya.
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Mas Fathir, selamat ya kemarin atas nilai tertinggi UAS nya. Semoga tetap berprestasi.
Salam, Rasuna Abidah kelas XA
Waalaikasalam Raras,  iya terima kasih yah J

Assalamu’alaikum Wr.Wb. Mas Fathir, aku ingin sekali ikut klub karate boleh nggak ya kalo cewek ikut Karate?
Salam, Rasuna Abidah kelas XA
Waalaikasalam Raras,  boleh kok, nanti langsung daftar ke Amri aja yah J
Bagaimanapun, email pangeranku adalah yang terutama bagiku. Semangatku untuk belajar, semangatku untuk berangkat sekolah.
Meskipun aku seringkali dicibir oleh teman di kelasku, bahwa memang seperti itu si Fathir, pasti membalas email dari cewek-cewek dan aku pun tak sakit jika tidak hanya aku saja yang Ia balasi emailnya. Aku dianggap belum sukses menggaet hatinya jika aku tidak di email duluan olehnya.
Sampai akhirnya pada waktu kenaikan kelas XI aku di kirim email lebih dulu olehnya.
Assalamu’alaikum Rasuna Abidah, boleh nggak nanti pada waktu liburan semester 2 aku mengajak kamu ke pantai pasir putih. Tenang aja kok, kita nggak berdua. Nanti ada temen-temen osis, hanya saja aku ingin mengajak kamu. Udah aku daftarin lho. Tapi aku nggak maksa, aku akan senang jika kamu ikut.
Salam,
Fathir Mahbuby kelas (mungkin) XI B
Ya Allah! Apa yang harus aku balas? Apa yang harus aku katakan kepada Abi dan Ummi?
Waalaikum salam Wr.Wb. Mas Fathir, aku ingin banget ikut Mas, tapi aku harus izin Abi dan Ummi dulu ya? Hehe
Salam, Rasuna Abidah kelas XI A (Amin)

Aku pun bercerita kepada Abi dan Ummi perihal ajakan Fathir saat makan malam.
“Emm, Abi, Ummi, boleh nggak aku ke Pantai Pasir putih?”. Tanyaku
“Kapan itu nak?”.  Mata Umi membelalak sambil menuangkan teh ke gelas Abi.
Aku lupa tidak bertanya hari apa tepatnya.
“Ngga tau Ummi, tapi ya sekitar liburan ini”. Jawabku agak berat.
“Lhoo, kok ngga tahu? Emangnya siapa yang ngajak?”. Abi menatapku curiga.
Kakakku pun langsung menimpali.
“Alah paling si Rakun diajak pacarnya Bi!”. Kakak menjawab seenak hatinya.
“Hafidz? Jangan begitu, adikmu ini nggak mungkin pacar-pacaran iya kan Ras? Namanya lagipula Rasuna, bukan Rakun Fidz, panggil namanya yang bener”. Abi merengut.
Kakakku terkekeh, “Iya... iya bi....lagipula mana ada yang mau pacaran sama Rakun!”.
Aku melotot padanya kesal.
“Emang siapa yang ngajak Ras?”. Tanya Abi lembut.
“Teman Bi, lagipula perginya bareng-bareng kok Bi”. Jawabku pelan.
Abi pun mengangguk dan tersenyum, “Ya, asalkan jangan lama-lama ya Ras”.
Aku mengangguk senang.
Ummi masih terlihat panik. Dan terlihat tidak setuju.
---
Ah, Pantai ini indah sekali. Hatiku sudah ke geeran karena Mas Fathir lah yang mengundangku, aku merasa malu di hadapan anak-anak osis yang lain. Karena aku bukanlah anggota Osis. Apalagi Fathir selalu berjalan di sampingku, aku jadi teramat malu. Bahagiaku tak berkesudahan ketika Fathir mengambilkan aku makanan dan dua gelas es the botol untuk kita berdua. Disaksikan oleh puluhan teman lain disertai suitan-suitan yang menggoda aku dan Fathir, Apakah ini mimpi? Tidak!
Aku benar-benar melayang.
Hingga sampai di bis pun aku duduk dengan Dewi, dan Fathir duduk di bangku seberang dengan ketua klub karate yang aku lupa namanya.
Dewi anak yang manis dan ramah, dia bendahara Osis. Mempersilahkan aku duduk di tepi agar bisa dekat dengan Fathir. Aku memang menunggu waktu ini. Disertai cubitan kecil Dewi di lenganku.
“Duh, yang lagi seneng”. Godanya.
“Ah, apaan sih wi, engga kok biasa aja”. Aku tersipu.
Fathir tak hentinya memandangi diriku, entah kenapa hatiku berdebar namun masih merasa takut, takut semua ini lekas berakhir.
Liburan adalah hal yang paling tidak aku sukai, setelah rekreasi kemarin aku jadi jarang bertemu Fathir, warnet di dekat rumahku pun saat ini pemiliknya pulang kampung, jadi mana bisa aku mengecek emailku. Sedangkan Abi tidak memperbolehkan aku membeli HP walaupun dengan uangku sendiri. Ah, rasanya amat kesepian.
Aku hanya berjalan di sekitar rumah, Abi dan Ummi serta adik mungilku Ayana yang biasanya ku ajak main boneka dan kudandani pun berangkat kerumah Kakek dan Nenek yang baru saja merayakan 7 bulanan tanteku di Jakarta. Hanya aku dan kakakku yang menyebalkan lahir batin.
“Heh, Rakun, ngapain muter muter?”. Kakakku dengan seenaknya menjambak rambutku pelan.
“Ah, apaan sih kak bete tau, Rakun lagi!”. Jawabku ketus.
“Mau kakak ajari internet?”. Tawarnya
“Udah bisa tau! Kan ada di sekolah, emangnya aku anak jaman apa nggak tahu internet”. Timpalku tak mau kalah
“Alah, paling juga di warnet internetannya”. Cibirnya
“Iyalah, kakak kan juga di warnet”. Jawabku.
Kakakku menggeleng dan menarikku ke kamarnya, apaan sih.
Kakak menghidupkan Pcnya yang baru, mataku terbelalak. Dan mulai membuka internet explorernya serta yahoo messenger.
“Keren kan?”. Pamernya
Aku mengangguk ternganga.
“Boleh kan Raras pinjem kak?”.
“Nggak boleh, bayar dulu duaribu!” tangannya membuka.
“Males!”.
Tawanya keras.
Ternyata walaupun iseng kakakku ini amat pintar dan jenius, kecepatan internetnya tinggi. Entah darimana dia dapat ilmu merakit PC ini menjadi terhubung internet.
Kakakku menjitak kepalaku.
“Eh, boleh deh kun dipinjem, tapi jagain rumah ya. Dan jangan bilang sama Abi, Kakak mau pergi ke bioskop sama temen kuliah kakak. Kalo sampe kamu bilang, kakak akan cabut beasiswa kamu!” kakak terkekeh.
“Emangnya aku dapat beasiswa?”. Tanyaku
Kakak tertawa lebih keras lagi.
Ah, akhirnya ada waktu kosong. Aku pun membuka emailku. Dan ada 4 email dari Fathir sedari 4 hari yang lalu, jadi setelah rekreasi Ia langsung mengirimkan ini?
Assalamu’alaikum Rasuna Abidah, maaf sebelumnya tapi, aku benar-benar tidak bisa tidur setelah seharian sama kamu. Aku merasa lebih bahagia, aku merasa sangat kesepian, aku ingin segera sekolah agar bisa bertemu sama kamu.
Salam. Fathir yang merindukanmu
Assalamu’alaikum Rasuna Abidah, apakah kamu marah padaku? Aku tahu aku tak pantas, tapi bolehkah aku berusaha.
Salam. Fathir yang kebingungan.

Assalamu’alaikum Bidadari dunia yang menawan budi dan ayu rupamu, aku tak tahu apa yang aku rasakan, aku yakin kamu pasti baca emailku entah sekarang atau esok. Tapi, akan aku katakan.
Aku Jatuh cinta padamu dengan segala kerendahan hatiku
Salam. Fathir yang mabuk asmara.

Assalamu’alaikum Ratu hari-hariku,
Maukah kau kelak menjadi permaisuriku?
Salam. Fathir yang memujamu.

Aku membacanya berulang-ulang semuanya, mengeja namanya. Mengeja namaku sendiri, apakah Fathir tidak salah orang?
Aku melonjak kegirangan, hingga aku sadar otot-ototku lemah dan hanya melonjak secara imajinasi. Melemah karena saking bahagianya, aku benar-benar menggapai mimpiku selama ini.
Dengan gemetar aku membalas emailnya.
Waalaikum salam Wr.Wb. terima kasih atas semuanya mas Fathir, aku tak tahu lagi harus bagaimana menyembunyikan semburat kebahagiaanku. Aku pun juga merasa yang sama seperti engkau.
Salam, Rasuna Abidah yang berbunga hatinya.
Aku berbaring dan memukul-mukulkan kakiku di kasur Kakakku yang empuk, Ah, andai saja kamarku ada komputer dan internetnya.
Kling
Suara email membuyarkan lamunanku, Fathir membalas!
Aku tak sabar segera sekolah, aku merindukanmu. Sampai ketemu di sekolah 3 hari lagi wanita pujaanku.
Salam. Fathir yang memujamu.

Hari ini bisa dibilang hari jadianku bersama Fathir, setidaknya kami berdua disorot di sekolah. Hingga menjadi cover majalah sekolah edisi pacaran sehat di sekolah. Yang mana banyak yang mendukung hubunganku dengan Fathir, aku semakin berprestasi di bidang akademikku dan Fathir semakin giat mengikuti lomba-lomba dan event yang diadakan di sekolah dan seringkali menjuarainya. Kami dipuji banyak orang.
Aku mencintai Fathir, walaupun aku tahu dengan hubungan ini Abi dan Ummi tidak akan senang.
Aku terus berpacaran dengannya hingga kelulusan sekolah.
**
Kakiku menyibak sejuknya air danau, bibirku tersenyum saat bekas jahitan luka di kaki kananku terlihat. Setidaknya ini adalah luka lahir yang Allah berikan padaku, sebagai peringan luka batin yang aku alami.
Sekumpulan ikan ikan kecil berwarna pelangi mengerubuti kakiku, seakan memberikan obat luka padaku.
Aku masih ingat bagaimana luka ini bisa terjadi.
**
Bersambung ke bagian II....
 

Copyright © 2010 Through my Eyes